Kehidupan adalah masa depan, dan berjodoh adalah harapan. Dua hal
yang sangat rahasia dan penuh misteri, tak bisa dipastikan tapi manusia
bisa mendesain seperti apa akan mewujud.. Keduanya tak bisa kita
pastikan, tapi kita bisa mendesain seperti apa bentuknya. Jatuh cinta
dengan lawan jenis merupakan hal yang alami dan wajar. Setiap manusia
pasti pernah merasakannya. Setiap hati yang masih sendiri pasti pernah
bertanya kapan jodoh kita akan datang.
Berbicara masalah jodoh, butuh observasi, diskusi dan perenungan yang
panjang untuk membicarakannya. Jodoh, sungguh tak ada satupun yang tahu
kapan dan kemana ia kan bermuara. Lagi-lagi Sang Pangeran yang mengatur
arus kehidupan ini. Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha. Hanya
bisa memposisikan diri sebagai diri yang baik agar mendapatkan yang
baik, sesuai dengan hukum aksi-reaksinya Pencipta.
Apakah pacaran merupakan satu-satunya jalan untuk mencari jodoh?
Namun sayangnya pacaran bukan jalan yang diridhoi. Karena dengan
pacaran, muda mudi selangkah lebih berani mendekati zina. Semakin jauh
melangkah lebih jauh pula ridho Allah. Kalau begitu, bagaimana usaha
kita bila pacaran tidak diperbolehkan? Perluaslah pergaulanmu dalam
kebaikan, membuka mata lebih bijaksana. Bila dalam lingkaran kebaikan
itu dirasa ada yang pas untukmu, segeralah katakan pada Maha Penyayang
dalam sujudmu bahwa “Aku ingin bersamamu karna Allah, mencintaimu karna
agamamu, dan menyayangimu karna ahklakmu”.
Memantaskan diri
adalah tindakan yang mutlak. Meningkatkan level kebaikan dan kapasitas
diri secara tidak langsung menaikkan level jodoh kita kelak. Mengikuti
alur cerita dari skenario kehidupan dari Sang Pencipta adalah anugrah
terindah, bisa nerima ing pandum, mensyukuri nikmat yang diberikan, dan
akhirnya impian yang telah tercatat rapi dalam hati akan menjadi. Jika
berani menentang dan tidak sesuai dengan peraturan yang diberikanNya tak
heran bila happy ending sulit di capai.
Semua butuh yang
namanya persiapan, bagaimana kita tahu siap atau tidaknya menikah? coba
lihat ibu dan ayahmu, terkait cara mereka membangun sebuah bahtera rumah
tangga. Kalau dirasa kau telah siap melakukannya seperti apa yang ibu
dan ayahmu lakukan, maka boleh dikatakan 50% telah siap. Bagaimana untuk
menyempurnakan menjadi 100% ? ingatlah bahwa ridho Allah bersama ridho
orang tua. Sempurnalah ketika orang tua telah memberi restu anaknya
untuk menunaikan sunah Nabi untuk membangun bahtera rumah tangga dengan
niat menjaga diri dari gejolak hati dan hawa nafsu.
Sudah tidak
tabu jika wanita mengawali pembicaraan mengenai pernikahan. Dengan
tetap menjaga kemuliaan seorang wanita dengan melalui perantara
keluarganya. Wanita yang sholihah adalah anugerah terindah yang dimiliki
suaminya kelak. Bukan masalah gengsi atau trendy, namun syar`i yang
menjadi penguat hati untuk selalu berhati-hati dalam bertindak.
Pengorbanan
yang benar dalam cinta bukan berkorban untuk maksiat, namun niat ihklas
dengan menyerahkan seluruh kemampuan menjaga kesucian diri dan orang
yang dicintai. Bagaimana andai kita telah berharap penuh bahwa dia jodoh
kita, tapi takdir berkata lain? Dan terkadang dengan cara yang tidak
sesuai dengan perintah. Tak semua yang terlihat indah di kaca mata
manausia itu barokah di jalan-Nya. Sekali lagi, tiada yang tahu kemana
cinta kan bermuara. Tetap percaya Sang Pencipta memiliki skenario
kehidupan yang jauh dan jauh lebih nikmat, indah dan barokah-lah yang
menjadi dambaan setiap insan. Jodoh jangan dijadikan beban pikiran yang
akan mempengaruhi pengabdian hidup dengan-Nya. Perbaiki hati, tingkatkan
kapasitas diri, dan insyaAllah pasti belahan jiwa disana juga akan
lebih baik dan selalu terjaga dan siap untuk dinanti.
Menjadilah seorang yang Sholih atau Sholihah bila ingin memiliki pasangan yang Sholih atau Sholihah !
Sebagian kaum lelaki berkata :
“Betapa sulitnya menemukan Wanita Sholehah di zaman sekarang.”
Sebagian kaum wanita juga berkata :
“Betapa susahnya mencari Lelaki Sholeh di masa sekarang.”
Mungkin
pernyataan diatas ada benarnya juga walaupun tidak sepenuhnya benar.
Kenapa? Karena alangkah baiknya kalau pernyataan tersebut kita tujukan
untuk diri sendiri terlebih dahulu sebelum diucapkan kepada orang lain.
“Sudah menjadi Lelaki baikkah diriku?
Sudah menjadi Lelaki sholehkah diriku?”
“Sudah menjadi Wanita baikkah diriku?
Sudah menjadi Wanita Sholehahkah diriku?”
Begitulah
seharusnya kita bertanya. Kadang kita terlalu sibuk untuk menilai orang
lain sehingga kita lupa untuk menilai diri sendiri.
Kadang kita terlalu sibuk MENCARI sosok yang baik.
Kadang kita terlalu sibuk MENCARI sosok yang menurut kita Sholih atau Sholihah.
Sehingga kadang kita sendiri lupa untuk berusaha MENJADI sosok yang Sholih atau Sholihah.
Muncul satu pertanyaan..
Sudah
pantaskah kita berharap untuk bisa mendapatkan sosok yang Sholih atau
Sholihah? Jawabannya berpulang pada diri kita masing-masing.
Janganlah bermimpi memiliki isteri semulia Fatimah Azzahra bila kau tak sehebat Ali
Janganlah bermimpi memiliki suami semulia Muhammad Rosululloh bila kau tak sehebat Aisyah
Jangan terlalu bermimpi mendapatkan Wanita Sholihah kalau masih belum mampu menjadi Lelaki Sholih.
Jangan bermimpi mendapatkan Lelaki Sholih kalau belum mampu menjadi Wanita Sholihah.
Tak perlu bersusah payah untuk MENCARI yang Sholih atau Sholihah. Tapi MENJADILAH Sholih atau Sholihah terlebih dahulu.
Karena Allah SWT telah menyiapkan pasangan yang sesuai
dengan jati diri kita. Yang sesuai dengan kepribadian kita.
Yang sesuai dengan kadar keimanan dan ketakwaan kita.
Yang sesuai dengan potret kita sendiri.
lelaki
baik untuk wanita yang baik. begitu juga sebaliknya. Itulah ketetapan
Allah SWT yang sudah pasti kebenarannya! Sebagaimana firman Allah :
Wanita-wanita
yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang
tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik
untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. ( An
Nur ayat 26)
Masih mau menunggu apa lagi?
mari kita memulai dari diri sendiri dahulu untuk menjadi lebih baik.
Tak
perlu menunggu orang lain menjadi baik. Dan tak perlu terlalu sibuk
untuk menilai orang lain yang pada akhirnya kita lupa untuk menilai diri
sendiri.
(Zulfa Zuhrufa/Abdillahsyam/LINES)
Senin, 01 Desember 2014
Cinta Tak Dilarang Tapi Bukan Cinta Yang Terlarang
18.10
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar